Jakarta - Angin berdansa dengan awan, sementara tetes air Curug
Cisurian, Gunung Ciremai tak hanya menggoda pucuk daun. Berada di
kisaran ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut dengan suhu 15
derajat Celcius, menjadikan tempat ini laksana surga bagi seekor kodok, salah satu hewan purba yang masih tersisa.
Adalah bleeding toad atau kodok merah yang dalam bahasa latin disebut leptophryne cruentata. Salah satu penghuni kecil dengan ukuran tubuh tak lebih dari 4 centimeter dengan ciri tubuh menyerupai bercak darah.
Kodok
merah ini populasinya menurun drastis sejak meletusnya Gunung
Galunggung 30 tahun silam. Di habitat ini tak lebih dari 12 individu
yang tersisa.
Sedikitnya individu yang tersisa hewan yang endemik atau yang hanya ada di Pulau Jawa. Hewan ini masuk dalam kategori critically endangered atau tingkat keterancaman tertinggi sebelum punah.
Jalan
terjal berliku tak menyurutkan langkah para peneliti bersama petugas
Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat, menyusur menuju Curug
Cisurian yakni satu yang dituju adalah habitat kodok merah. Satu dari
hanya 3 tempat yang masih bisa ditemukan spesies endemik Pulau Jawa
adalah kodok merah.
Menyatu dengan alam menjadi kunci. Lebur jadi
satu mendekati kehidupan alam sejati untuk mengetahui siklus alam dan
habitat kodok merah.
Tak cukup sehari, tim Potret SCTV
memutuskan untuk beristirahat sekaligus mengumpulkan seluruh data yang
didapat, mulai dari ketinggian tempat, ada tidaknya lubang, jarak dari
sumber air, lebar sungai, kecepatan arus, suhu udara hingga suhu air.
Data
yang didapat kemudian digunakan untuk menduga kesesuaian habitat,
meliputi ketinggian tempat, kelerengan, jarak dari sumber air, suhu,
juga jarak dari jalur manusia.
Kodok merah masuk dalam daftar merah lembaga konservasi dunia, International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN). Beruntung kami mendapati ciri morfologis katak langka ini.
Lokasi air terjun Cibereum ini berada pada ketinggian 1.500 dari
permukaan air laut dengan suhu 16 hingga 19 derajat Celcius.
Tim
peneliti kodok merah dari Pili dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) bergerak menuju air terjun Cibereum. Untuk melihat kondisi
keberadaan dan habitat kodok merah. Ini merupakan jalur idola bagi para
peneliti kodok merah, bukan hanya bagi peneliti. Para wisatawan pun
menuju puncak Pangrango melalui jalur ini.
Dalam Taman Nasional Gunung Pangrango,
banyak kekayaan fauna yang dapat kita lihat. Bunglon dan Surilili salah
satunya. Sesampainya di aliran air terjun Cibereum yang merupakan
daerah aliran sungai Citarum, tim ekspedisi pun bergerak mencari kodok
merah, mulai dari celah celah batu, aliran air dan semak dedaunan. Lampu
senter pun menjadi andalan utama.
Di daerah ketinggian sekitar
1.200 meter dari permukaan air laut, mereka tidak melihat keberadaan
kodok merah. Tim ekpedisi pun melanjutkan perjalanan ke Curug Cibereum.
Bagaimana
penyelamatan kodok merah langka ini? apakah mereka menemukan kodok
merah di Curug Cibereum? saksikan penelusuran selengkapnya dalam video Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (19/10/2014), di bawah ini. (Ado)
Home »Unlabelled » Ekspedisi Penyelamatan Kodok Merah

